Friday, April 5, 2013

HARI SABAT


Khalik yang penuh kemurahan, setelah enam hari Penciptaan, berhenti pada hari ketujuh dan melambangkan hari Sabat bagi semua umat sebagai suatu peringatan Penciptaan.   Perintah keempat dari Hukum Allah yang tak dapat berubah itu mengharuskan pemeliharaan Sabat hari ketujuh ini sebagai hari istirahat, berbakti, dan melayani sesuai dengan ajaran dan praktik yang dilakukan Yesus Kristus, Tuhan atas hari Sabat itu. Hari sabat adalah hari perhubungan yang menyenangkan dengan Tuhan Allah dan juga dengan sesama.  Sabat merupakan lambang penebusan kita didalam Kristus, suatu tanda penyucian kita, sebuah pernyataan bahwa kita tunduk dan taat, sebuah gambaran mendatang sebagai kehidupan yang abadi didalam kerajaan Allah. Sabat merupakan tanda Allah yang kekal, abadinya perjanjian-Nya antara Dia dan umat-Nya. Pemeliharaan dengan rasa gembira atas hari yang kudus ini dari senja kepada senja, dari matahari terbenam sampai matahari terbenam, adalah sebuah perayaan atas karya kreatif dan tindak perbuatan yang menebus yang dilakukan Tuhan.—Fundamental beliefs,--19

 

 

BAB 19

 

HARI SABAT

 

            Bersama Allah, Adam dan Hawa memperhatikan sekeliling rumah Firdaus mereka. Pemandangan itu tidak terlukiskan, dan tidak terkatakan. Ketika matahari turun perlahan pada hari Jumat itu, keenam hari penciptaan, dan bintang-bintang mulai muncul, Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kej 1:31). Dengan demikian Allah menyelesaikan penciptaan “ langit dan bumi dang segala isinya” (Kej 2:1).

            Betapa indahnya dunia yang telah dijadikan dan diselesaikan-Nya itu, penberian terbesar yang dapat diberikan Allah untuk pasangan baru yang dijadikan-Nya, merupakan sebuah hubungan yang sangat bersifat pribadi dan Khusus dengan Allah. Kemudian Ia memberikan kepada mereka hari Sabat, hari dengan berkat khusus, persekutuan dan perhubungan dengan pencipta mereka.

 

SABAT MENURUT ALKITAB

 

            Sabat  adalah pusat perbaktian kita kepada Allah. Peringatan atas Penciptaan, yang menyatakan sebab-musibab mengapa Allah harus disembah: Ia Pencipta dan kitalah ciptaan-Nya. Oleh karena itu Sabat  menjadi dasar utama fondasi perbaktian dengan Tuhan, karena didalamnya diajarkan pengajaran agung yang sangat indah dan cara yang amat mengesankan, tidak ada lembaga yang setara dengan itu. Dasar perbaktian yang benar kepada Allah, bukan hanya pada hari yang ketujuh itu saja, tetapi juga semua perbaktian, didasarkan dalam perbedaan antara Pencipta dan mahluk ciptaan-Nya.  Kenyataan agung  ini tidak akan pernah menjadi aus, dan tidak akan pernah dapat dilupakan.”1  Itulah sebabnya Allah melembagakan Sabat ini, supaya kebenaran ini tetap dipegang umat manusia.

 

Sabat pada penciptaan.  Sabat diberikan kepada kita dari dunia yang tidak berdosa.  Itulah karunia istimewa yang diberikan Allah, yang akan menyanggupkan umat manusia untuk dapat merasakan wujud surga di atas dunia ini.  Tiga tindakan Ilahi yang jelas dalam mendirikan sabat itu:

 

            1.  Allah berhenti pada hari sabat.  Pada hari yang ketujuh Allah “berhenti bekerja untuk beristirahat” (Kel 31:17), namun demikian Ia beristirahat bukan karena Ia memerlukannya (Yes 40:28).  Kata kerja beristirahat,” Shabath, secara harfiah berarti “berhenti” dari pekerjaan atau kegiatan (bandingkan Kej 8:22).  “Allah berhenti bukan karena keletihan atau capek, melainkan berhenti dari pekerjaan yang lebih dahulu.”2

            Allah beristirahat karena Ia ingin manusia beristirahat; Ia membuat contoh untuk diikuti manusia (Kel 20:11).

            Jika Allah telah selesai mengadakan Penciptaan pada hari keenam (Kej 2:1), apakah yang di maksud Kitab Suci tatkala mengatakan bahwa Ia “menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu”pada hari yang ketujuh(Kej 2:2)? Allah telah selesai mencipta langit dan bumi di dalam enem hari, tetapi toh Ia masih menjadikan hari Sabat.  Sabat di jadikan untuk hari beristirahat.  Dengan hari Sabat sebagai penyelesaian akhir, maka Ia mengakhiri karya-Nya.

 

            2.  Allah memberkati hari Sabat.  Allah tidak hanya menjadikan hari sabat, tetapi Ia juga memberkatinya.  “Dengan diberkatinya hari ketujuh itu, berarti itulah yang menyatakan sebagai hal yang khusus diperkenan Ilahi dan merupakan hari yang mendatangkan berkat bagi mahkluk yang diciptakan-Nya.”3

           

            3.  Allah menyucikan Sabat.  Arti menyucikan adalah membuatnya kudus dan suci, atau mengasingkannya sebagai sesuatu yang suci dan di gunakan untuk maksud-maksud yang kudus saja; menah biskannya.  Khalayak, tempat-tempat (misalnya kaabah, gereja atau tempat kebaktian), dan waktu (hari-hari yang kudus) dapat disucikan.  Kenyataan bahwa Allah menguduskan hari ketujuh berarti bahwa hari itu memang kudus, Bahwa IA menjadikannya khusus untuk tujuan yang luhur untuk memperkayah hubungan manusia-Ilahi.

            Allah memberkati dan menguduskan Sabat hari ketujuh karena Ia beristirahat pada hari ini dari semua pekerjaan-Nya.  Ia memberkati dan menguduskannya bagi umat manusia, bukan hanya untuk diri-Nya sendiri.  Hanyalah dengan kehadiran-Nya berkat Allah dan pengudusan-Nya dapat berlangsung. 

 

Sabat di Sinai.  Peristiwa-peristiwa yang mengikuti keluarnya bangsa Israel dari Mesir menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka telah melalaikan pemeliharaan Sabat.  Peraturan yang kejam ketika masih diperhamba tanpaknya membuat pemeliharaan hari Sabat itu sukar dilakukan.  Begitu mereka memperoleh kemerdekaan, Allah mengingatkan mereka dengan tegas, melalui manna yang diberikan secara ajaib dan pengumuman Sepuluh Hukum, mengenai tugas mereka memelihara Sabat hari yang ketujuh.

 

            1.  Sabat dan Manna.  Sebulan sebelum Allah mengumumkan Hukum dari bukut Sinai, Ia menjanjikan kepada umat-Nya perlindungan dari penyakit jika mereka dengan rajin memperhatikan “perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya” (Kel 15:26; bandingkan kej 26:5).  Segera setelah memberikan janji ini Allah mengingatkan orang-orang Israel mengenai kudusnya hari Sabat.  Dengan manna yang ajaib, mikjizat mengajarkan kepada mereka secara nyata betapa pentingnya IA dianggap mereka harus beristirahat pada hari ketujuh itu.

            Sepanjang minggu, setiap hari dalam minggu itu Allah memberikan kepada orang Israel cukup manna bagi keperluan mereka.  Mereka tidak perluh menyimpan untuk hari esok, karena manna itu akan rusak jika mereka simpan (Kel 16:4, 16-19).  Pada hari keenam mereka di suruh  untuk mengumpulkan dua kali lebih banyak dari hari biasa supaya mereka mempunyai cukup makanan hari itu dan esoknya,Sabat.  Dengan demikian kepada mereka diajarkan bahwa hari keenam merupakan hari persediaan dan bagaimana seharusnya mereka memelihara Sabat.  Allah berkata, “Besok adalah hari perhentian penuh, Sabat yang kudus bagi Tuhan; maka roti yang perluh kamu bakar, bakarlah, dan apa yang perluh kamu masak, masaklah; dan segala kelebihannya biarkanlah ditempatnya untuk disimpan sampai pagi” (Kel 16:23).  Hanya pada hari ketujuh saja manna yang disimpan tidak menjadi rusak (Kel 16:24).  Didalam bahsa yang serupa dengan hukum yang keempat itu, Musa berkata, “enam hari lamanya engkau memungutnya, tetapi pada hari ketujuh ada Sabat; maka roti itu tidak ada pada hari itu” (Kel 16:26). 

            Selama empat puluh tahun, atau sama dengan 2000 kali pergantian Sabat, orang-orang Israel berada di padang belantara, Mukjizat manna mengingatkan mereka atas pola kerja enam hari ini, dan mereka beristirahat pada hari ketujuh.

           

            2.  Hari Sabat dan Hukum.  Allah menempatkan hukum Hari Sabat tepat pada pusat Sepuluh Hukum atau Dekalog itu.  Bunyinya sebagai berikut:

            “Ingatlah dan kuduskanlahg Hari Sabat:  enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segal pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah Sabat Tuhan, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang ditempat kediamanmu.  Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh;  itulah sebabnya Allah memberkati hari Sabat dan menguduskannya”  (Kel 20:8-11).

            Semua perintah dalam Dekalog itu amat penting, tidak bokeh ada satupun yang  dilalaikan (Yak 2:10), namun demikian Tuhan masih membedakan perintah hari sabat dari perintah-perintah yang lain.  sehubungan dengan itu, Ia menyuruh “Ingatlah,” yang berarti mengamarkan kepada manusia bahaya melupakan betapa pentingnya hari itu.

            Perkataan yang digunakan dalam hukum itu dimulai dengan: “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat”—menunjukan bahwa hari sabat bukannya dilembagakan untuk pertama kakinya di Bukit Sinai.  Perkataan itu menunjukan bahwa lembaga tersebut telah didirikan jauh sebelumnya – sebenarnya pada waktu hari penciptaan itulah, hukum hari beristirahat itu dinyatakan.  Allah bermaksud supaya kita memelihara Sabat sebagai kenangan kepada-Nya selaku Khalik.  Itulah saat beristirahat  dan berbakti, saat kita secara langsung merenungkan Dia dan karya-karya-Nya.

            Sebagai kenangan atas hari Penciptaan, pemeliharaan hari Sabat  merupakan sebuah penawar terhadap penyembah ilah.  Dengan meningatkan kita bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, membedakan Dia dari segala dewa-dewa palsu.  Dengan memelihara Sabat, maka itulah yang menjadi tanda bahwa kita tunduk kepada Allah yang benar – tanda bahwa kita mengakui kekuasaan-Nya sebagai pencipta dan Raja.

            Fungsi hukum Sabat adalah sebagai cap hukum Allah.4 pada umumnya, cap itu berisi tiga unsur : nama pemilik yang terterah dalam cap itu, jabatan, dan yuridiksinya.  Cap yang resmi digunakan untuk mengesahkan dokumen-dokumen yang amat penting.  Dokumen itu diberi cap secara resmi sesuai dengan yang berhak atasnya.  Cap itu mengartikan bahwa pejabat termaksud menyetujui secara hukum dan didukung secara resmi yang dimiliki. 

            Di antara Sepuluh Hukum itu, hukum hari sabat sajalah yang berisi unsur-unsur vital dari cap itu.  Itulah satu-satunya dari sepuluh hukum itu yang memiliki gambaran ciri-ciri Allah yang benar dengan mencantumkan nama-Nya: “Tuhan, Allahmu;”jabatan-Nya: Oknum yang membuat – Sang Pencipta dan wilayah-Nya: “langit dan bumi” (Kel 20:10,11).  Hanya hukum yang keempat itulah yang menunjukkan atas kuasa siapa Sepuluh Hukum itu di berikan, oleh karena itu “berisi cap Allah,” yang dilampirkan kepada hukum-Nya sebagai bukti otentik dan kuasanya yang mengikat.5

            Sesungguhnya, Allah menjadikan hari Sabat itu sebagai “pengingat atau tanda kuasa-Nya dan otoritas-Nya di dalam dunia yang tidak dicemari oleh dosa dan pemberontakan.  Dimaksudkan sebagai sebuah lembaga tugas tanggung jawab pribadi yang abadi di gabung dengan permohonan “Ingatlah dan kuduskanlah Hari Sabat’ (Kel 20:8).”6

            Hukum ini membagi minggu itu kedalam dua bagian.  Allah memberikan kepada manusia waktu enam hari yang digunakan mereka untuk “melakukan segala pekerjaanmu,” akan tetapi hari yang ketujuh “jangan melakukan sesuatu pekerjaan” (Kel 20:9, 10).  “Enam hari lamanya,” kata hukum itu, adalah hari kerja, akan tetapi “hari ketujuh” adalah hari berhenti.  Bahwa ‘hari yang ketujuh’ dikhususkan sebagai hari perhentian, Tuhan membuktikan di dalam kata pembukaan hukum itu: ‘ingatlah dan kuduskanlah hari sabat.’”7

 

            3.  Hari  Sabat dan perjanjian.  Karena hukum Allah adalah pusat perjanjian (Kel 34:27), maka hari sabat, yang terletak di tengah-tengah hukum itu, yang utama di dalam perjanjian-Nya. Allah menyatakan hari Sabat sebuah “peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan yang menguduskan mereka” (Yeh 20:12; bandingkan Yeh 20:20; Kel 31:17).  Oleh karena itu, Ia mengatakan pemeliharaan Sabat adalah “perjanjian abadi” (Kel 31:16).  “ Sama seperti perjanjian yang didasarkan pada kasih Allah kepada umat-Nya (Ul 7:7,8), begitu pula dengan Sabat, sebagai tanda perjanjian, merupakan tanda kasih Ilahi.”8

 

            4.Sabat-sabat tahunan.  Tambahan atas Sabat-sabat mingguan (Im 23:3), ada tujuh sabat tahunan, di dalam kalender Israel yakni sejumlah sabat keupacaraan.  Sabat-sabat tahunan ini tidaklah berhubungan langsung dengan Sabat hari ketujuh atau dalam lingkaran mingguan itu. Sabat-sabat ini, “belum termasuk hari-hari Sabat Tuhan” (Im 23:38), adalah hari-hari pertama dan terakhir dari Pesta Roti yang Tak Beragi, Hari Pentakosta, Pesta Serunai, Hari Pendamaian, yang pertama dari hari-hari terakhir dari Pesta Korban Api-Apian (bandingkan Im 23:7, 8, 21, 24, 25, 27, 28, 35, 36).

       Karena penghitungan sabat-sabat ini bergantung kepada permulaan tahun kudus, yang didasarkan atas kalender bulan, maka mungkin saja jatuh pada hari manapun dalam minggu itu.  Apabila jatuh bersamaan dengan hasi Sabat dalam minggu itu, maka disebutlah “hari yang besar” (bandingkan Yoh 19:31). “Sementara hari Sabat mingguan  itu ditahbiskan pada penutupan minggu penciptaan bagi semua umat manusia, maka sabat-sabat tahunan adalah merupakan bagian yang integral dari sistem upacara-upacara dan keupacaraan yang diadakan oleh orang Yahudi yang dilembagakan di Bukit Sinai,. . .yang menunjuk kepada datangnyasang Mesias, dan pemeliharaannya yang berakhir pada waktu kematian Yesus di kayu salib.”9

 

Hari Sabat dan Kristus. Kitab Suci menyatakan bahwa, sebagaimana Bapa, Kristus adalah Pencipta (lihatr I Kor 8:6; Ibr 1:1, 2; Yoh 1:3).  Maka Dialah yang menetapkan hari yang ketujuh itu sebagai hari berhenti bagi manusia.  

   Kristus menggabungkan Sabat dengan penebusan yang dilakukan-Nya, juga dengan karya ciptaan-Nya.  Sebagaimna agungnya “AKU ADALAH AKU” (Yoh 8:58; Kel 3:14)  Ia memasukan Sabat dalam Dekalog sebagi pengingat yang tangguh atas perbaktian mingguan ini, yang telah ditentukan untuk menyembah Khalik.  Alasan lain ditambahkan-Nya sehubungan dengan pemeliharaan sabat:  Penebusan umat-Nya (Ul 5:14,15).  Oleh karena itu, Sabat menjadi pertanda bagi orang-orang yang menerima Yesus sebagai Pencipta dan Juruselamat.

            Peranan Kristus yang bersifat ganda itu, sebagai Pencipta dan Penebus membuat jelas mengapa Ia menyatakan bahwa sebagai Anak Manusia, Ia “juga Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2:28).  Dengan otoritas yang demikian, Ia dapat mengatur Sabat jika Ia mau, tetapi Ia tidak melakukan hal yang demikian.  Justeru sebaliknya Ia menerapkannya bagi semua umat manusia dengan berkata,”Hari Sabat diadakan untuk manusia”(ayat 27).

      Selama hidup-Nya di atas dunia Kristus menunjukkan kesetian-Nya memelihara hari Sabat.  “Kebiasaan-Nya” berbakti pada hari Sabat (Luk 4:16).  Keikutsertaan-Nya dalam perbaktian hari Sabat menunjukkan bahwa Ia membenarkannya sebagai hari perbaktian.

            Kristus sangat menaruh perhatian atas kekudusan Sabat sehingga ketika Ia berbicara mengenai aniaya yang akan terjadi setelah kenaikan-Nya, Ia menasihatkan murid-murid-Nya mengenai hal itu.  “Berdoalah,”kata-Nya, “supaya pada waktu engkau melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari Sabat” (Mat 24:20).  Jelas ini mengartikan, sebagaimana yang dikatakan Jonathan Edwards, “ bahwa orang-orang Kristen itu terikat dengan ketatnya akan pemeliharaan Sabat.”10

            Tatkala Kristus menyelesaikan pekerjaan Penciptaan – tindakan-Nya yang agung pertama di dalam sejarah dunia—Ia berhenti pada hari ketujuh.  Perhentian ini mengartikan lengkapnya tugas itu.  Begitu pula yang banyak dilakukan-Nya pada akhir tugas-Nya di atas bumi, manakala Ia menyelesaikan tindakan agung yang kedua di dalam sejarah.  Pada hari Jumat petang, hari keenam dalam minggu itu, Kristus menyelesaikan tugas penebusan-Nya.  Kata terakhir yang diucapkan-Nya ketika itu, yakni “sudah selesai” (Yoh 19:30).  Kitab Suci menekankan bahwa ketkika Ia mati, hari itu adalah hari persiapan dan Sabat hampir mulai” (Luk 23:54).  Setelah kematian-Nya, Ia beristirahat di kubur yang melambangkan bahwa Ia telah menyelesaikan penebusan bangsa manusia.11

            Dengan demikian Sabat menjadi saksi bagi karya Kristus atas Penciptaan dan penebusan.  Dengan memelihara Sabat, para pengikut-Nya bersukaria dengan Dia atas tugas yang telah diselelsaikan-Nya bagi manusia.12

 

Hari Sabat dan Para Rasul.  Mirid-murid sangat menghormati hari Sabat.  Ini terbukti ketika kematian Kristus.  Ketika hari Sabat sudah tiba, menjelang persiapan penguburan yang dilakukan mereka dan “pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat,”dengan rencana akan melanjutkan pekerjaan persiapan itu pada hari Minggu, “hari pertama Minggu itu” (Luk 23:56; 24:1).

            Seperti yang dilakukan Kristus, begitu pula rasul-rasul, mereka berbakti pada hari Sabat yang ketujuh itu.  Dalam perjalanan evangelisasi yang di lakukan Paulus, ia memasuki Sinagog pada hari Sabat dan mengkhotbakan Kristus (Kis 13:14; 17:1,2; 18:4).  Bahkan orang yang bukan Yahudi pun mengundangnya untuk menyampaikan firman Allah pada hari Sabat (Kis 16:13).  Sebagaimana Kristus selalu mengikuti  kebaktian hari Sabat yang menunjukan peneriman-Nya atas hari ketujuh itu sebagai hari khusus untuk sembahyang, begitu pulalah dengan Paulus.

            Kesetiaan rasul ini dalam memelihara hari Sabat dengan tegas menunjukkan sikap yang berbeda terhadap upacara-upacara sabat tahunan.  Dengan jelas dinyatakannya bahwa orang-orang Kristen tidak wajib memelihara hari-hari perhentian tahunan ini karena Kristus sudah disalibkan bersama-sama hukum keupacaraan itu (baca bab 18).  Ia berkata, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan miniman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat;  semuanya ini hanya bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus” (Kol 2:16,17).  Karena “konteks (dalam wacana ini) berkaitan dengan masalah-masalah keupacaraan, sabat yang di maksudkan di sini adalah sabat-sabat upacara pesta tahunan Yahudi yang merupakan “bayangan”, atau tipe yang kegenapannya terdapat dalam Kristus yang datang itu.13

 

            Begitu pula, di dalam kitab Galatia, Paulus mencela pemeliharaan aturan  hukum upacara. Ia berkata, “kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun.  Aku kuatir kalau-kalau susah payaku untuk kamu telah sia-sia”(Gal 4:10,11).

            Banyak orang menyangka bahwa Yohanes menunjuk kepada hari Minggu  manakala ia mengatakan ia “di kuasai oleh Roh” “pada hari Tuhan”(Why 1:10).  Bagaimanapun, di dalam kitab suci, hari yang di anggap suci hanyalah hari milik Tuhan yang khusus, yakni hari Sabat.  Kristus berkata, “Hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu” (Kel 20:10); belakangan disebut-Nya “hari kudus-Ku” (Yes 58:13).  Dan Kristus menyebut diri-Nya sendiri “Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2:28).  Menurut Alkitab,satu-satuya hari yang dikatakan Tuhan sebagai hari-Nya adalah Sabat, hari yang ketujuh, maka wajarlah menyimpulkan bahwa Sabat itulah yang di maksudkan Yohanes.  tidak ada bukti yang menguatkan di dalam kitab suci yang menyatakan bahwa istilah itu digunakan untuk menunjuk hari pertama dalam Minggu itu, atau hari Minggu.14

            Tidak terdapat dalam Alkitab yang menyuruh kita memelihara hari mana saja dalam minggu itu selain dari hari Sabat.  Tidak pernah dikatakan hari lain yang diberkati atau disucikan dalam Minggu itu, kecuali Sabat.  Perjanjian barupun tidak menunjukkan bahwa Tuhan telah mengubahnya dengan hari yang lain dari hari-hari dalam minggu itu.

 

            Sebaliknya, Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menginginkan agar umat-Nya memelihara Sabat sampai pada hari kekekalan: “Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baruyang akan kujadikan itu, tinggal tetap dihadapan-Ku, demikianlah Firman Tuhan, demikianlah keturunanmu dan namamu akan tinggal tetap.  Bulan berganti bulan, dan sabat berganti sabat, maka seluruh umat manusia akan datang untuk sujud menyembah dihadapan-Ku, firman Tuhan” (Yes 66:22,23).

 

Makna Sabat. Hari Sabat memiliki makna yang luas dan makna rohani yang kaya dan mendalam.

 

            1.  Peringatan Abadi akan Penciptaan.  Sebagaimana telah kita ketahui, makna fundamental Sepuluh Hukum mengaitkan Sabat sebagai peringatan Penciptaan bumi (Kel 20:11,12).  Perintah untuk memelihara Sabat hari ketujuh ada “kaitan yang tidak terpisahkan dengan tindakan Penciptaan, pelembagaan sabat dan perintah untuk memeliharanya secara langsung merupakan konsekuensi tindakan penciptaan.  Maka, seluruh umat manusia berhutang budi atas eksistensi mereka berkat penciptaan yang dilakukan Ilahi sehingga mereka perluh memperingatinya; oleh karena itu, tugas supaya taat mengikuti perintah memelihara Sabat sebagai peringatan atas kuasa kreatkif Allah jatuh pada seluruh umat manusia.”15  Pernyataan yang tegas bahwa sabat “kewajiban abadi yang dijadikan Tuhan sebagai peringatan atas kegiatan penciptaan.”16

            Barangsiapa yang memeliharanya sebagai suatu peringatan atas Penciptaan akan melakukan demikian sebagai suatu pengakuan rasa syukur “bahwa Tuhan adalah Pencipta mereka dan Penguasanya yang sungguh; bahwa mereka adalah karya tangan-Nya dan menjadi warga kekuasaan-Nya.  Dengan demikian lembaga itu sepenuhnya merupakan peringatan, yang diberikan kepada seluruh umat manusia.  Di dalamnya tidak ada yang merupakan bayangan, atau tentang penerapannya yang terbatas kepada umat yang manapun.17  Selama kita menyembah  Allah karena Ia khalik kita, selama itulah Sabat berfungsi sebagai tanda dan peringatan Penciptaan.

 

            2.  Lambang Penebusan.  Waktu Allah melepaskan bangsa Israel dari perhambaan di Mesir, hari Sabat itu telah menjadi hari peringatan Penciptaan, yang menjadi sebuah peringatan kelepasan juga (Ul 5:15).  “Tuhan bermaksud supaya hari istirahat, hari Sabat itu, yang terdapat dalam siklus Minggu, jika dipelihara dengan layak, akan senantiasa melepaskan manusia dari perhambaan Mesir tidak terbatas pada lingkup negeri atau kurun waktu tetapi yang mencakup setiap negeri dan lingkup dan zaman.  Manusia sekarang ini perluh kelepasan dari perhambaan akibat ketamakan, dan keuntungan dan kuasa, dari ketidakpedulian sosial, dan juga dari dosa dan sifat mementingkan diri sendiri.”18

            Apabila kita memandang salib maka kita akan melihat bahwa Sabat itu tetap merupakan hari beristirahat, sebagai lambang khusus dari Penebusan.  “Itulah merupakan peringatan atas keluarnya dari perhambaan dosa di bawah kepemimpinan Immanuel.  Beban yang paling besar yang kita tanggung adalah rasa bersalah karena kita tidak menurut.  Sabat yang menjadi hari perhentian itu, dengan mengingat kembali kepada Kristus yang beristirahat di dalam kubur, istirahat karena kemenangan atas dosa, memberikan kepada orang Kristen bukti nyata untuk menerima dan meresakan keampunan dari Kristus, damai dan sejahtera.”19

 

           3. Tanda Penyucian.  Sabat merupakan tanda kuasa Tuhan yang membentuk, sebuah tanda kesucian atau penyucian.  Tuhan menyatakan, “Akan tetapi hari-hari Sabat-Ku harus kamu pelihara, sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui bahwa Akulah Tuhan, yang menguduskan kamu” (Kel31:13; bandingkan Yeh 20:20).  Oleh karena itu, Sabat juga me-rupakan satu tanda Allah selaku Penyici.  Sebagai umat yang disucikan oleh darah Kristus (Ibr 13:12), Sabat juga merupakan sebagai tanda penerimaan umat percaya atas darah-Nya demi keampunan dosa.

           Sebagaimana halnya Tuhan memisahkan hari Sabat itu sebagai hari untuk tujuan yang kudus, begitu pula Ia telah mengasingkan umat-Nya untuk tujuan yang suci - menjadi saksi yang khusus bagi-Nya. Bersatunya mereka pada hari itu membawa kepada kekudusan; mereka belajar bergantung bukan kepada sumber-sumber yang ada pada mereka sendiri melainkan bergantung kepada Tuhan yang menguduskan mereka.

           “Kuasa yang menciptakan segala sesuatu adalah kuasa yang menyegarkan kembali jiwa dalam citra-Nya.  Bagi barangsiapa yang memelihara hari Sabat, hari itu merupakan tanda penyucian.  Penyucian yang kudus berarti selaras dengan Dia, menjadi satu di dalam tabiat-Nya. Dan hari Sabat merupakan tanda penurutan.  Orang yang benar-benar dengan sepenuh hati menuruti hukum keempat akan memelihara seluruh hukum itu.  Ia disucikan melalui penurutan.”20

 

            4.  Tanda Kesetiaan.  Sebagaimana Adam dan hawa, kesetiaan mereka dicobai dengan pohon pengetahuan bauk dan jahat yang di tempatkan di tengah-tengah taman Eden, begitu pula kesetiaan setiap orang terhadap Allah akan diuji dengan hukum hari Sabat yang ditempatkan di tengah-tengah Sepuluh Hukum (Dekalog) itu.

            Alkitab mengajarkan bahwa sebelum kedatangan Kristus yang kedua kali, seluruh dunia akan terbagi dalam dua kelompok: orang-orang yang setia “yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus,” serta orang-orang yang menyembah “binatang dan patungnya itu” (Why 14:12,9).  Pada saat itu kebenaran tuhan akan dimuliakan di hadapan dunia dan akan menjadi jelas kepada semua orang bahwa menurut dan memelihara Sabat hari yang ketujuh sesuai yang tertulis dalam Alkitab menyatakan bukti kesetiaannya kepada Pencipta.

 

            5.  Waktu Persekutuan.  Allah menjadikan binatang senagai teman manusia (Kej 1:24,25).  Untuk pendamping yang lebih tinggi dan mengadakan persekutuan yang setara, Tuhan menjadikan lelaki dan perempuan untuk saling berdampingan (Kej 2:18-25).  Akan tetapi pada hari Sabat, Allah memberikan sebuah pemberian yang menjadi persekutuan yang paling tinggi dan mulia—persekutuan dengan Dia.  Makhluk manusia dijadikan bukan hanya untuk berteman dengan binatang, tidak juga dengan sesamanya saja.  Mereka di jadikan untuk Tuhan.

            Di dalam Sabat inilah kita dapat merasakan secara khusus pengalaman atas kehadiran Allah di antara kita.  Tanpa Sabat, semua orang akan bekerja keras dan membanting tulang tanpa habis-habisnya untuk hal-hal yang sekular saja.  Dengan hadirnya hari Sabat, maka didatangkannya pengharapan, kegembiraan, makna dan keberanian.  Itulah saat untuk mengadakan hubungan dengan Allah, melalui perbaktian, doa, nyanyian, belajar dan merenungkan Firman dan dengan membagi-bagikan injil kepada orang lain.  Sabat merupakan kesempatan bagi kita untuk merasakan hadirat Allah.

 

            6. Tanda dibenarkan oleh iman.  Orang-orang Kristen mengakui bahwa melalui bimbingan hati nurani yang diterangi, orang-orang yang bukan Kristen yang dengan sungguh-sungguh mencari kebenaran akan dapat dituntun oleh Roh Kudus ke dalam pemahaman atas asas-asas umum hukum Allah (Rm 2:14-16).  Ini menjelaskan mengapa kesembilan hukum selain dari hukum yang keempat ini, untuk suatu tingkat tertentu, di praktikkan di luar yang bukan Kristen.  Akan tetapi, bukan kasus yang demikianlah yang menyangkut dengan hukum yang keempat ini.

            Banyak orang yang dapat memahami sebab perluhnya beristirahat di dalam minggu itu, akan tetapi sering mereka sulit memahami mengapa pekerjaan, yang dilakukan dan di anjurkan sepanjang hari-hari kerja dalam minggu itu, justru bila dilakukan pada hari Sabat dianggap dosa.  Alam tidak menyediakan alasan apapun untuk pemeliharaan hari yang ketujuh itu.  Planet-planet beredar pada orbit yang tetap, tumbuh-tumbuhan bertumbuh, hujan dan sinar matahari silih berganti, dan binatang-binatangpun memperlakukan hari itu sama.  Kalau begitu, mengapa justru manusia harus menyucikan hari Sabat, hari yang ketujuh itu? “bagi orang Kristen terdapat hanya satu alasan, dan tidak ada yang lain;akan tetapi alasan itu cukup memadai: Allah mengatakannya.”21

            Hanya berdasarkan pernyataan khusus Allah yang membuat orang mengerti sebab-musabab pemeliharaan hari ketujuh itu.  Mereka yang memelihara hari ketujuh, melakukannya hanya berdasarkan iman dan berharap pada Kristus, yang dapat merasakan nikmatnya pemeliharaan itu.  Dengan memelihara hari Sabat, umat percaya menyatakan kerelaan menerima kehendak Allah bagi hidup mereka bukannya bergantung kepada pertimbangan mereka sendiri.

            Dalam memelihara hari ketujuh, umat percaya tidak berarti mengusahakan diri mereka supaya menjadi benar.  Bukan itu.  Mereka memelihara Sabat sebagai hasil hubungan mereka dengan Kristus sang Pencipta dan Penebus.22 Pemeliharaan Sabat adalah hasil pembenaran-Nya dan penyucian, menandai bahwa mereka telah dilepaskan dari perhambaan dosa dan menerima kebenaran-Nyayang sempurna.

      “Sebuah pohon apel tidaklah menjadi pohon apel karena membuahkan apel.  Pertama-tama pohon itu haruslah menjadi pohon apel.  Dan secara alamiah kemudian buahnya, buah apel dihasilkan.  Nah, demikianlah orang Kristen yang sejati tidak memelihara Sabat atau kesembilan hukum lainnya untuk mereka dibenarkan.  Melainkan ini merupakan buah-buah yang alamiah dari kebenaran Kristus yang dibagikan kepadanya.  Orang yang memelihara hari Sabat dengan cara yang seperti ini bukanlah seorang legalis, karena pemeliharaan lahiria atas hari yang ketujuh itu menandakan pengalaman batiniah dari orang yang beriman dalam pembenaran dan penyucian.  Dengan demikian, pemeliharaan Sabat yang sejati tidak mengekang diri dari perbuatan-perbuatan yang terlarang pada hari Sabat itu untuk sekedar diperkenankan Allah, melainkan karena ia mengasihhi Allah dan ingin menjadikan hari Sabat itu sebagai persekutuan yang paling erat dengan Dia.”23

      Pemeliharaan Sabat menyatakan bahwa kita telah berhenti bergantung pada amal kita sendiri, bahwa kita menyadari bahwa Kristus sang Pencipta yang dapat menyelamatkan kita.  Sesungguhnya, “roh pemeliharaan Sabat yang sejati menyatakan suatu kasih yang tertinggi terhadap Kristus Yesus, Pencipta dan Juruselamat, yang membuat kita menjadi orang-orang yang baru.  Itulah yang menjadikan pemeliharaan hari itu sebagai hari yang benar dengan cara yang benar dan tanda pembenaran karena iman.”24

 

      7.  Sebuah lambang beristirahat dalam Kristus.  Hari Sabat itu , sebuah peringatan atas pembebasan bangsa Israel dari Mesir, yang dilakukan Tuhan, menuju Kanaan dunia,  yang membedakan yang di tebus pada ketika itu dari bangsa-bangsa di sekelilingnya.  Seperti itulah Sabat sebagai tanda kelepasan dari dosa kepada hari perhentian Allah, menjadikan yang di tebus itu terpisah dari dunia ini. 

      Semua orang yang masuk ketempat istirahat yang disediakan Tuhan, “ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-nya” (Ibr 4:10).  “Perhentian ini merupakan perhentian rohani, berhenti dari ‘segala pekerjaannya’, berhenti berbuat dosa.  Ke dalam perhentian seperti inilah Tuhan memanggil umat-Nya, perhentian inilah yang dilambangkan Sabat dan Kanaan.”25

      Apabila Allah menyelesaikan pekerjaan-Nya atas penciptaan dan berhenti pada hari yang ketujuh, Ia menyediakan bagi Adam dan Hawa, pada Sabat itu, sebuah kesempatan untuk beristirahat di dalam Dia.  Walaupun mereka gagal, maksud semula Allah dalam memberikan hari perhentian itu bagi manusia tetap tidak berubah.  Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, hari Sabat tetap merupakan sebuah peringatan atas perhentian itu.  “Pemeliharaan Sabat hari ketujuh itu bukan saja menunjukkan beriman kepada Allah selaku Pencipta segala sesuatu, tetapi juga beriman kepada kuasa-Nya yang membentuk hidup dan kualitas lelaki dan perempuan agar mereka layak masuk ke dalam ‘perhentian’ yang abadi yang sejak semula dimaksudkan-Nya bagi penghuni dunia ini.”26

      Allah menjanjikan perhentian rohani ini kepada bangsa Israel jasmani.  Sekalipun mereka gagal memamsukinya, undangan Tuhan Allah masih tetap berlaku: “Jadi masih tersisa suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah” (Ibr 4:9).  Semua orang yang ingin masuk ke dalam hari perhentian itu “harus pertama-tama masuk, oleh iman, ke dalam  ‘perhentian’ rohani-Nya, tempat perhentian jiwa dari dosa dan dari upaya-upayanya sendiri untuk mencari keselamatan.”27

      Undangan perjanjian baru bagi orang Kristen bukanlah untuk menunggu agar mengalami perhentian anugerah dan iman, karena”pada hari ini” saat memasukinya (Ibr 4:7; 3:13).  Semua yang sudah masuk ke dalam perhentian ini—anugerah yang menyelamatkan dalam iman kepada kristus Yesus—telah berhenti dengan upaya sendiri untuk memperoleh pembenaran karena perbuatan mereka sendiri.  Dengan cara inilah, memelihara Sabat hari yang ketujuh itu menjadi suatu lambang masuknya orang beriman kepada peristirahatan Injil.

 

USAHA-USAHA UNTUK MENGUBAH HARI PERHENTIAN

 

      Karena Sabat memegang peranan vital dalam perbaktian kepada Allah sebagai Pencipta dan Penebus, maka tidaklah mengherankan apabila setan melakukan segala upaya untuk memerangi dan menghancurkan lembaga yang kudus ini. 

      Di dalam Alkitab tidak terdapat hak untuk mengubah hari perbaktian kepada Allah yang di jadikan di taman Eden dan yang dikukuhkan kembali di Sinai.  Orang-orang Kristen yang lain, mereka yang memelihara hari minggu, mengakui akan hal ini.  Kardinal Katolik James Gibbons menulis sebagai berikut, “anda dapat membaca Alkitab mulai dari kejadian sampai wahyu, Anda tidak akan menemukan sebuah ayat pun yang menyatakan pengudusan hari Minggu.  Justru Alkitab menekankan peme-liharaan hari Sabtu sebagai hari yang di pelihara agama.”28

      A.T. Lincoln, seorang Protestan, mengakui bahwa “tidaklah dapat dibuktikanbahwa perjanjian baru memberikan jaminan keyakinan bahwa sejak kebangkitan, Allah menjadikan hari pertama itu dipelihara sebagai hari sabat.”29 Ia mengakui: “Menjadi pemelihara Sabat hari ketujuh satu-satunya arah tindakan yang konsisten bagi siapapun yang memegangnya, bahwa seluruh Sepuluh Hukum itu merupakan ikatan hukum moral.”30

      Nah, jika tidak ada bukti yang terdapat dalam Alkitab bahwa kristus atau murid-murid-Nya mengubah hari perbaktian dari hari yang ketujuh itu, mengapa begitu banyak orang Kristen menerima hari Minggu sebagai gantinya?

 

Timbulnya Pemeliharaan Hari Minggu.  Perubahan dari Sabat kepada Minggu sebagai hari berbakti muncul pelahan-lahan.  Tidak ada bukti perbaktian Kristen pada hari Minggu dalam minggu itu sebelum abad kedua, akan tetapi bukti menunjukkan bahwa pada pertengahan abad itu beberapa Kristen secara sukarela memelihara hari Minggu sebagai hari perbaktian, bukan sebagai hari perhentian.31

      Gereja Roma, yang sebagian besar berasal dari umat percaya yang bukan rumpun Yahudi (Rm 11:13), yang menuntun kepada kecenderungan pemeliharaan hari Minggu.  Di  Roma, yang menjadi  ibukota kerajaan, rasa anti Yahudi sangat kuat, dan dari waktu ke waktu semakin kuat saja.  Reaksi terhadap sentimen dari kebangsaan ini, sehingga orang-orang Kristen yang diam di kota itu berusaha membedakan diri mereka dari orang Yahudi.  Mereka mulai meninggalkan beberapa kebiasaan yang dilakukan orang Yahudi dan mulai cenderung menjauh dari pemeliharaan hari Sabat sehingga menuju kepada pemeliharaan Minggu secara eksklusif.

      Dari abad kedua sampai abad kelima, manakala pengaruh hari Minggu mulai bangkit, orang-orang Kristen masih terus memelihara Sabat hari ketujuh di mana-mana di hampir seluruh kerajaan Roma.  Sejarawan abad kelima, Socrates, menulis  sebagai berikut: “hampir semua gereja diseluruh dunia memelihara Sabat yang kudus setiap Minggu, namun orang Kristen yang di Aleksandria maupun di Roma, dengan alasan beberapa tradisi kuno, berhenti melakukannya.”33

      Pada abad keempat dan kelima banyak orang Kristen yang berbakti baik pada hari Sabat maupun pada hari Minggu.    Sozomen, seorang sejarawan lain pada kurun waktu yang sama, menulis, “Penduduk Konstantinopel, dan hampir semua di mana-mana pun , berkumpul bersama-sama pada hari Sabat, dan juga pada hari pertama dalam Minggu itu, kebiasaan yang tidak pernah dipelihara di Roma atau di Aleksandria.”34 Catatan – catatan ini menunjukkan peranan Roma yang menuntun kepada pelecehan pemeliharaan Sabat.

      Mengapa orang yang berpaling dari hari ketujuh itu justru memilih hari Minggu dan bukan hari lain dalam minggu itu?  Alasan paling utama adalah bahwa Kristus bangkit pada hari Minggu; sehingga diakuilah bahwa Ia telah membenarkan Penyembahan pada hari itu. “Akan tetapi, anehnya, tidak seorang pun penulis pada abad kedua dan ketiga yang mengutip satu ayatpun dari Alkitab yang menbenarkan pemeleharaan Minggu sebagai ganti hari Sabat.  Tidak juga Barnabas, tidak juga Ignatius maupun Justianus, tidak juga Irenaeus maupun Tertullian, tidakpun Clement dari Aleksandria, tidak juga dari origen atau Ciprianus atau Vitorinus,  maupun penulis lain yang hidup dekat pada masa Yesus hidup mengetahui petunjuk yang demikian dari Yesus atau dari bagian manapun dari Alkitab.”35

      Kepopuleran dan pengaruh penyembahan matahari dari Roma kafir tidak diragukan lagi memegang peranan penting dalam pemeliharaan hari Minggu, yang semakin bertumbuh penerimaannya sebagai hari perbaktian.  Penyembahan matahari memegang peranan penting selama sejarah purbakala.  Ini merupakan”sebuah komponen yang paling tua dari agama Romawi.”  Karena Pemujaan matahari Timur, “dari bagian awal abad kedua tarik Masehi, aliran sol Invictus sangat dominan di Roma dan di pelbagai bagian kerajaan itu.”36

            Agama populer ini memberi dampak pada jemaat yang mula-mula melalui orang-orang yang baru bertobat.  “Orang-orang Kristen yang ditobatkan dari kafir tetap tertarik pada pemujaan matahari.  Ini diindikasikan bukan hanya oleh betapa seringnya penghakiman atas praktik semacam ini dari pihak (Gereja) Bapa-bapa tetapi juga oleh refleksi yang begitu bermakna dari penyembahan Matahari di dalam Liturgi Kristen.”37

            Pada abad keempat undang-undang hari minggu mulai diperkenalkan.  Undang-undang hari Minggu yang pertama dikeluarkan dan kemudian menjadi undang-undang hari Minggu yang bersifat religius.  Undang-undang sipil pertama mengenai hari Minggu di dekritkan oleh kaisar Konstantin pada tanggal 7 Maret 321 TM.  Dengan melihat bahwa hari Minggu itu sangat populer dikalangan Kristen, sehingga Konstantin berharap bahwa dengan menjadikan hari Minggu itu sebagai hari libur, ia dapat memastikan dukungan dari kedua konstituensi ini bagi pemerintahannya.”38

            Undang-undang hari Minggu Konstantin membayangkan latarbelakangnya selaku penyemba matahari. Cobalah simak yang berikut:  “Pada Hari pemujaan matahari (venerabili die solis) hendaknya para hakim dan penduduk yang tinggal di kota-kota beristirahat dan tempat-tempat kerja di tutup.  Di pedesaan, penduduk yang berhubungan dengan pertanian dapat dengan bebas dan didukung undang-undang dan meneruskan usaha meneruskan usaha mereka.”39

            Beberapa dekade kemudian gereja pun mengikuti teladan.  Konsili Laodikea (364 TM), yang tidak merupakan sebuah konsili universal melainkan diselenggarakan oleh Katolik Roma, untuk pertama kalinya mengeluarkan undang-undang pemeliharaan hari Minggu.  Dalam kanon 29 ketentuan gereja menyatakan bahwa orang-orang Kristen haruslah memuliakan hari Minggu dan “jika mungkin janganlah bekerja pada hari itu, “ sementara itu mencela praktik pemeliharaan hari Sabat, dan mengatakan supaya orang-orang Kristen janganlah “berpangku tangan pada hari Sabtu (kata Yunani sabbaton, “Sabat”), dan harus bekerja pada hari itu.”40

            Pada tahun 538 TM, tahun tonggak awal masa 1260 tahun nubuat (lihat bab 12), Konsili ketiga Katolik Roma Orleans mengeluarkan sebuah undang-undang yang lebih keras dari yang dikeluarkan Konstantin. Kanon 28 dari konsili itu mengatakan bahwa pada hari Minggu “pekerjaan pertanian pun harus disingkirkan agar dengan demikian orang-orang tidak terhalang datang ke gereja.”41

 

Perubahan telah Dinubuatkan.  Alkitab menyatakan bahwa pemeliharaan hari Minggu sebagai sebuah lembaga Kristen bermula dari”rahasia kedurhakaan”  (II Tes 2:7) yang telah mulai bekerja pada Zaman Rasul Paulus (baca bab 12).  Melalui nubuatan Daniel 7 Allah menyatakan lebih dahulu mengenai perubahan hari perbaktian.

            Khayal Daniel menggambarkan sebuah serangan terhadap umat Tuhan dan hukum-Nya.  Kuasa yang menyerang itu diwakili oleh tanduk kecil (dan oleh binatang dalam Why 13:1-10), memberitakan tentang kemurtadan besar di dalam jemaat Kristen (baca bab 12).  Timbul dari binatang keempat dan menjadi kuasa besar yang menganiaya setelah kejatuhan Roma (baca bab 18), tanduk kecil berusaha “untuk mengubah waktu dan hukum” (Dan 7:25).  Kuasa kemurtadan ini sangat berhasil menipu hampir seluruh dunia, akan tetapi pada akhir zaman penghakiman akan mengambil kepastian atas yang menentangnya (Dan 7:11,22,26).  Pada masa kesukaran akhir itu Tuhan akan turut campur tangan demi kepentingan umat-Nya dan akan melepaskan mereka (Dan 12:1-3).

            Nubuatan ini hanya pas bagi sebuah kuasa yang terdapat dalam ke-kristenan. Yakni, sebuah organisasi agama yang menyatakan memiliki hak istimewa untuk mengubah hukum Ilahi.  Menurut catatan sejarah, simaklah apa yang pernah dinyatakan Katolik Roma:

            Sekitar tahun 1400 TM Pertus dan Ancharano menegaskan bahwa “paus dapat mengubah hukum Ilahi, karena kuasanya bukan berasal dari manusia melainkan dari Allah, dan ia bertindak atas nama Tuhan di atas dunia ini, dengan kuasa penuh yang mengikat dan melepaskan domba-dombanya.”42

            Dampak penegasan yang menegangkan ini telah diperlihatkan selama masa Reformasi.  Luther menyatakan bahwa Kitab Suci sajalah dan bukan tradisi gereja yang menjadi penuntun hidup-Nya.  Slogan yang digunakannya ialah sola sc riptura—”Alkitab dan hanya Alkitab saja.”  John Eck, salah seorang pembela ajaran Katolik Roma yang terkemuka menyerang Luther dalam masalah ini dengan menyatakan bahwa otoritas jemaat atau gereja di atas Alkitab.  Ia menantang Luther mengenai pemeliharaan hari Minggu ganti hari Sabat.  Eck berkata, “Kitab Suci mengajarkan: ‘Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu,; dst.  Namun demikian, gereja telah mengubah Sabat menjadi Minggu berdasarkan otoritas itu, yang kau (Luther) tidak mempunyai Kitab Suci.”43

            Pada Konsili Trent (1545-1563), yang dipimpin oleh paus untuk menghadapi Protestanisme, Gaspare de Fosso, uskup agung Reggio, mengemukakan isu itu kembali.  “Otoritas gereja,” katanya, “kemudian, dilukiskan dengan sangat jelas oleh Kitab Suci; sementara disatu pihak dia (gereja) memuji, menyatakannya sebagai yang Ilahi (dan) menyampaikan kepada kita untuk dibaca,…dipihak lain, ajaran-ajaran yang sah atau legal di dalam Kitab Suci yang diajarkan Tuhan telah berakhir dengan kebajikan otoritas yang sama (gereja). Sabat, hari yang sangat dimuliakan di dalam hukum, telah diganti dengan hari Tuhan….Ini dan masalah-masalah lainnya tidak berakhir oleh kebajikan ajaran Kristus (karena Ia mengatakan bahwa Ia telah datang untuk menggenapi hukum, bukan untuk membinasakannya), tetapi hukum-hukum itu telah diubah atas otoritas gereja.”44

            Bukankah gereja masih tetap mempertahankan keadaan ini? Buku The Convert’s Catachism of Catholic Doctrine edisi 1977 memuat serangkaian tanya jawab yang berikut ini:

“T. Yang manakah hari Sabat itu?

“J.  Hari Sabtu adalah hari Sabat.

“T.  Kalau begitu, mengapa kita memelihara hari Minggu, bukan hari Sabtu?

            “Kita memelihara hari Minggu ganti hari Sabtu karena gereja Katolik memindahkan kekhidmatannya dari Sabtu kepada Minggu.”45

            Didalam bukunya yang paling laris, The Faith of Millions (1974), sarjana Katolik Roma Jhon A.O’Brien, menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:  “Karena Sabtu, bukannya Minggu, hari yang istimewa di dalam Alkitab, bukankah aneh bahwa orang-orang yang bukan Katolik yang mengaku beragama langsung dari ajaran Alkitab dan tidak dari gereja, memelihara hari Minggu dan bukannya hari Sabtu?  Begitulah, mereka ini tidak konsisten.”  Kebiasaan memelihara hari Minggu, katanya, “berdasarkan otoritas Gereja Katolik dan bukan atas ayat-ayat Alkitab.  Pemeliharaan itu tetap menjadi satu peringatan Gereja Induk dan dari sanalah aliran-aliran yang bukan Katolik beranjak—seperti seorang anak yang tanggung yang lari dari rumahnya tetapi masih tetap mengantongi gambar ibunya atau ikat ranbutnya.”46

            Pernyataan atas pemilikan hak istimewa ini menggenapi nubuatan dan menjadi pertanda dari kuasa tanduk kecil itu.

 

            Pemulihan hari Sabat.  Di dalam kitab Yesaya 56 dan 58 Allah memanggil bangsa Israel supaya mengadakan pembaharuan Sabat.  Dengan menyatakan kemuliaan atas berhimpunnya kelak orang-orang yang bukan Yahudi ke dalam lingkungan-Nya (Yes 56:8), Ia menghubungkan suksesnya misi keselamatan dengan pemeliharaan serta pengudusan Sabat (Yes 56:1,2,6,7).

            Dengan saksama Ia mengikhtisarkan  pekerjaan khusus bagi umat-Nya.  Walaupu misi mereka bersifat meliputi seluruh dunia, petunjuk itu diberikan secara khusus kepada satu golongan orang yang mengaku orang-orang percaya akan tetapi dalam kenyataan menyimpang dari ajaran-ajaran-Nya (Yes 58:1,2).  Ia menyatakan tugas mereka kepada orang yang mengaku selaku orang-orang yang percaya dalam istilah seperti yang berikut ini: “Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan.  Engkau akan disebutkan ‘yang memperbaiki tembok yang tembus,’ ‘yang membetulkan jalan supaya tempat dapat di huni.’ Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat ‘hari kenikmatan,’ dan hari kudus Tuhan ‘hari yang mulia’; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala  acaramu dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong, maka engkau akan bersenag-senang karena Tuhan” (Yes 58:12-14).

            Misi Israel rohani sejajar dengan misi bangsa Israel masa dahulu.  Hukum Tuhan dilangar saat kuasa tanduk kecil itu mengubah hari Sabat.  Sebagaimana Sabat yang diinjak-injak itu harus dipuluhkan kembalidi tengah-tengah bangsa Israel, demikian pula yang terjadi pada masa modern, lembaga Ilahi yakni Sabat itu harus dipulihkan dan pelang-garan atas tembok hukum Allah harus diperbaiki.47

            Adalah proklamasi pekabaran dari Wahyu 14:6-12 dalam hubungannya dengan Injil                                                                                                                                                                                      kekal itu yang menyudahkan pekerjaan pemulihan hukum itu.  Dan proklamasi pekabaran inilah menjadi misi sidang Allah pada masa Kedatangan Kristus kedua kali (baca bab 12).  Pekabaran ini akan membangunkan dunia, mengundang setiap orang supaya siap menghadapi hari penghukuman.

            Kata undangan untuk menyembah sang Pencipta, “Sembahlah Dia yang telah menjadikan langit dan bumi dan laut dan semua mata air” (Why 14:7), adalah petunjuk langsung terhadap hukum keempat dari hukum Allah yang kekal.  Amaran terakhir ini meneguhkan rasa keprihatinan khusus dari Tuhan terhadap hari Sabat-Nya yang telah dilupakan secara luas, dipulihkan sebelum Kedatangan Kristus yang kedua kali.

            Pemberitaan kabar ini akan mempercepat konflik yang akan melibatkan seluruh dunia.  Isu sentral adalah penurutan kepada hukum Allah dan pemeliharaan hari Sabat.  Dalam menghadapi kinflik ini setiap orang haruslah memutuskan apakah akan menuruti hukum-hukum Allah ataukah mengikuti hukum-hukum manusia.  Pekabaran ini akan menghasilkan satu umat yang tetap memelihara hukum Allah dan beriman kepada Yesus.  barangsiapa yang akan menolaknya akan menerima tanda binatang (Why  14:9,12; baca juga bab 12).

            Supaya pelaksanaan misi ini berhasil dengan baik demi kemuliaan hari Sabat-Nya yang telah dilalaikan itu serta membesarkan hukum Allah, umat Allah harus konsisten, memberikan contoh pemeliharaan Sabat yang penuh dengan kasih sayang. 

 

PEMELIHARAAN SABAT

 

            Untuk “ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat” (Kel 20:8), kita harus memikirkan hari Sabat sepanjang Minggu dan mengadakan persiapan yang diperluhkannya untuk memeliharanya dengan cara yang berkenan kepada Allah.  Kita haruslah berhati-hati agar jangan sampai menghambur-hamburkan tenaga kita sepanjang Minggu sehinggan kita tidak dapat melibatkan diri dalam pelayanan hari Sabat.

            Karena Sabat merupakan hari khusus berhubungan dengan Allah dan didalamnya kita diundang supaya merayakannya dengan penuh kegembiraan atas perbuatan-Nya dalam penciptaan dan penebusan, maka pentinglah bagi kita menghindari apapun yang cenderung menghilangkan suasana kesucian itu.  Dengan jelas Alkitab mengatakan supaya kita berhenti dari segala pekerjaan sekular pada hari Sabat (Kel 20:10), menghindari segala pekerjaan yang bersifat mencari nafkah dan segala transaksi bisnis (Neh 13:15-22).  Kita harus menghormati Tuhan Allah, dengan “tidak menjalankan segala acaramu dan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong” (Yes 58:13).  Kalau hari ini kita isi dengan hal-hal yang menyenang-nyenangkan diri kita sendiri, menyiapkan diri dalam pelbagai keperluan yang bersifat sekular, dengan omong kosong, atau percakapan mengenai olahraga maka hal-hal itu akan menjauhkan kita dari perhubungan dengan Allah Pencipta dan melanggar kekudusan hari Sabat.48 Perhatian kita yang sungguh-sungguh mengenai hari Sabat haruslah juga melibatkan semua orang yang berada di bawah naungan kita—anak-anak kita, orang yang bekerja bagi kita, bahkan tamu dan binatang peliharaan kita juga (Kel 20:10), supaya dengan demikian mereka dapat menikmati berkat hari Sabat.

            Hari Sabat dimulai pada saat matahari terbenam pada hari Jumat petang dan berakhir pada matahari terbenam hari Sabtu petang (baca Kej 1:5; bandingkan Mrk 1:32).49 Alkitab menyebut hari sebelum hari Sabat (Jumat)—adalah hari persediaan—(Mrk 15:42)—satu hari persiapan untuk hari Sabat sehingga tidak ada sesuatu yang menodai kekudusannya.  Pada hari ini orang-orang yang bertugas di tengah-tengah keluarga untuk menyediakan makanan untuk hari Sabat sudah harus menyediakan makanan pada waktu itu sehingga selama jam-jam hari yang kudus itu mereka dapat berhenti dari segala pekerjaan mereka (baca Kel 16:23; Bil 11:8).

            Apabila jam-jam hari Sabat itu mendekat, sebaiknya anggota keluarga atau kelompok umat percaya berkumpul bersama-sama sebelum matahari terbenam pada hari Jumat, dengan menyanyi, berdoa dan membaca Firman Allah, supaya dengan demikian mengundang Roh Kristus datang sebagai tamu yang dihormati.   Begutu pala hendaknya mereka lakukan pada penutupan Sabat, mengadakan kebaktian bersama pada hari Sabat, Sabtu petang, seraya memohon kepada Allah agar hadir dan menuntun sepanjang minggu berikutnya.

            Allah memanggil umat-Nya supaya menjadikan hari Sabat itu sebagai Hari Kesukaan (Yes 58:13).  Bagaimana mereka dapat berbuat seperti ini?  Hanyalah jika mereka mengikuti teladan Kristus, Tuhan hari Sabat, mereka dapat berharap mengalami kegembiraan yang sejati, dan kepuasan yang disediakan Tuhan pada hari ini.

            Kristus secara teratu mengikuti kebaktian pada hari Sabat, mengambil bagian dalam pelbagai pelayanan, dan memberikan petunjuk agama ( Mrk 1:21; 3:1-4; Luk 4:16-27;  13:10).  Bahkan Ia melakukan yang lebih dari pada sekadar berbakti.  Ia turut dalam persekutuan dengan yang lain (Mrk 1:29-31; Luk 14:1), menggunakan waktu-Nya di alam terbuka (Mrk 2:23), dan keluar untuk melakukan perbuatan yang kudus dan melakukan perbuatan yang kudus dan penuh dengan kemurahan.  Apa yang dilakukan-Nya, menyembuhkan yang sakit maupun  yang menderita sengsara (Mrk 1:21-31; 3:1-5; Luk 13:10-17; 14:2-4; Yoh 5:1-15; 9:1-14).

            Apabila Ia dikritik karena melakukan pekerjaan yang  meringankan penderitaan orang banyak, Yesus menjawab, “Boleh berbuat baik pada hari Sabat” (Mat 12:12).  Kegiatan yang dilakukan-Nya, yakni dengan menyembuhhkan yang sakit, bukanlah melanggar atau memusnahkan hukum itu.  Bahkan dengan demikian dihentikannya peraturan yang membebeni yang telah mengcaukan makna pemeliharaan Sabat—padahal Allah mengaturnya sebagai alat penyegaran dan kesukaan rohani.50  Allah menginginkan Sabat itu sebagai kenyataan batiniah manusia.  Kegiatan yang meniggikan hubungan dengan Allah adalah layak; barangsiapa yang menyimpang dari tujuan itu dengan membuat hari Sabat menjadi suatu hari liburan adalah tidak layak.

            Tuhan hari Sabat itu mengundang semua orang supaya mengikuti teladan yang diberikan-Nya.  Barangsiapa yang menerima panggilan-Nya akan merasakan Sabat itu sebagai suatu hari kesukaan dan pesta rohani—sehingga dapat merasakan lebih dahulu suasana surga.  Mereka menemukan bahwa “hari Sabat itu direncanakan Allah untuk mencegah kekecewaan rohani.  Dari minggu ke minggu hari yang ketujuh itu memberikan penghiburan kepada hati nurani kita, memberikan jaminan kepada kita bahwa walaupun tabiat kita belum sempurna kita dapat berdiri secara utuh di dalam Kristus.  Tindakan-nya di bukit Golgota di anggap menjadi pendamaian bagi kita.  Kita memasuki tempat perhentian-Nya.”51

 

No comments:

Post a Comment